JAKARTA, investortrust.id - Harga minyak mentah berjangka Brent pengiriman bulan November naik US$1,14 (1,59%) ke posisi US$ 72,75 per barel pada Senin (16/9/2024).
Sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) pengiriman bulan Oktober juga naik US$ 1,44 (2,1%) ke level US$ 70,09.
Kenaikan tersebut dipicu oleh Badai Francine yang sedang berlangsung di Amerika Serikat (AS). Selain itu, Teluk Meksiko mengimbangi kekhawatiran permintaan China yang terus-menerus menjelang keputusan pemotongan suku bunga Federal Reserve minggu ini.
“Kami masih memiliki sisa-sisa badai, dampaknya lebih pada sisi produksi daripada pada pemurnian. Oleh karena itu, itu cenderung sedikit bullish,” kata Analis Minyak Utama di Kpler, Matt Smith dikutip dari Reuters.
Biro Keamanan dan Penegakan Lingkungan AS (BSEE) mengatakan, lebih dari 12% produksi minyak mentah dan 16% produksi gas alam di Teluk Meksiko belum berproduksi setelah Badai Francine. Namun, pasar tetap berhati-hati menjelang keputusan suku bunga Federal Reserve pada hari Rabu.
Sementara itu, investor semakin banyak bertaruh pada pemotongan suku bunga Fed sebesar 50 basis poin (bps) daripada 25 bps, seperti yang ditunjukkan oleh CME FedWatch. Suku bunga yang lebih rendah biasanya mengurangi biaya pinjaman, yang dapat meningkatkan aktivitas ekonomi dan meningkatkan permintaan minyak.
“Pemotongan suku bunga Fed seperempat persen dapat meningkatkan kekhawatiran para pedagang tentang laju pertumbuhan permintaan minyak,” kata Ahli Strategi Pasar Minyak, Clay Seigle.
Seigle menyebut pasar mungkin melihat tren yang bertentangan jika Fed memberikan pemotongan suku bunga yang lebih agresif.
“Bulls akan merasa lebih percaya diri tentang permintaan minyak yang tangguh dengan pendaratan lunak, sementara beruang yang mendorong spread ke contango akan menyambut pengurangan biaya pengangkutan fisik,” kata Seigle.
Contango sendiri adalah kontrak bulan depan lebih murah daripada bulan-bulan berikutnya. Di samping itu, kata ahli strategi pasar IG Yeap, Jun Rong mengatakan, data ekonomi China yang lemah selama akhir pekan meredam sentimen pasar, dengan prospek pertumbuhan yang rendah untuk jangka panjang di ekonomi terbesar kedua di dunia memperkuat keraguan atas permintaan minyak.
Pertumbuhan industri di China sebagai importir minyak teratas dunia, melambat ke level terendah lima bulan pada Agustus, sementara penjualan ritel dan harga rumah baru semakin melemah. Produksi kilang minyak China juga turun untuk bulan kelima karena permintaan bahan bakar yang lemah dan margin ekspor membatasi produksi.
Sebagai informasi, Brent dan WTI masing-masing naik sekitar 1% minggu lalu yakni, S$ 78,88 dan US$ 75,43 per barel, setelah penurunan harga sekitar awal bulan ini sebagian didorong oleh kekhawatiran permintaan.
|
Bertumbuh! Laba Atribusi Harita Nickle (NCKL) Rp 4,83 Triliun hingga Kuartal IIIJumat, 22 Nov 2024 |
|
Wika Beton (WTON) Lebih Moderat Tetapkan Target Kontrak Baru 2025Jumat, 22 Nov 2024 |
|
Triputra Agro (TAPG) Targetkan Netral Karbon Tahun 2036, Begini StrateginyaKamis, 21 Nov 2024 |
|
Ajarkan Emiten Cara Hitung Emisi, BEI Akan Luncurkan IDX ESG Disclosure Guidance Pada Kuartal I-2025Kamis, 21 Nov 2024 |
|
Target Indika (INDY) Raih 50% Pendapatan Non-Batu Bara Mundur Jadi 2028Kamis, 21 Nov 2024 |
Laporan Hasil Public Expose EPACJumat, 05 Jan 2024 |
Penyampaian Prospektus LUCYRabu, 03 Jan 2024 |
Laporan Hasil Public Expose PPRORabu, 03 Jan 2024 |
Penyampaian Materi Public Expose LMASRabu, 03 Jan 2024 |
Laporan Hasil Public Expose CSMIRabu, 03 Jan 2024 |
Techno Fundamental ARTOJumat, 22 Nov 2024 |
Incidental Report WIFIJumat, 22 Nov 2024 |
Techno Fundamental EMTKKamis, 21 Nov 2024 |
Incidental Report BBTNKamis, 21 Nov 2024 |
Techno Fundamental AMMNRabu, 20 Nov 2024 |