JAKARTA, investortrust.id – Panas bumi dinilai sebagai energi hijau yang paling layak untuk dikembangkan sebagai tulang punggung transisi energi nasional dan mendukung agenda transisi energi nasional dan pencapaian Net Zero Emission (NZE) 2060.
Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) atau PGE Julfi Hadi menyampaikan bahwa Indonesia memiliki total potensi panas bumi sebesar 24 GW, setara dengan 17% cadangan global dan terbesar kedua setelah Amerika Serikat.
Adapun sebagian besar cadangan merupakan sumber daya berkualitas tinggi, atau kategori high enthalpy (bersuhu tinggi) yang sangat sesuai untuk pembangkit listrik.
Menurutnya, pemanfaatan 30% saja dari potensi energi panas bumi Indonesia tersebut akan mampu memperkuat ketahanan energi nasional. Sehingga, diperlukan upaya percepatan pengembangan energi panas bumi yang mana dapat menarik investasi, mendorong pengembangan teknologi di dalam negeri, dan memberikan dampak positif pada perekonomian.
"Untuk mencapai target bauran energi nasional pada 2033 dibutuhkan penambahan kapasitas terpasang 4,4 GW yang diperkirakan akan menarik investasi sebesar US$ 27 – 28 miliar. Untuk setiap investasi sebesar US$ 1 di sektor bisnis hijau seperti panas bumi akan menghasilkan peningkatan Produk Domestik Bruto sebesar US$ 1,25, memberikan manfaat berganda signifikan bagi ekonomi Indonesia. Tak hanya itu, diperkirakan 70-100 lapangan kerja akan tercipta untuk setiap US$ 1 juta investasi di sektor panas bumi,” ujar Julfi dalam keterangan tertulis yang dikutip Selasa (17/9/2024).
Bos PGEO tersebut juga menekankan bahwa panas bumi merupakan sumber energi terbarukan yang stabil, andal, dan berperan penting dalam mendukung transisi energi Indonesia dan mengurangi ketergantungan pada sumber energi konvensional.
Panas bumi memiliki dua karakteristik penting untuk mendukung peran tersebut. Pertama, potensi panas bumi di Indonesia sebagian besar (70-80%) terletak di wilayah yang memiliki kebutuhan energi listrik terbesar, yaitu Jawa dan Sumatra. Karena itu, pengembangan energi panas bumi secara langsung mampu memenuhi kebutuhan energi hijau Indonesia seiring dengan bertumbuhnya ekonomi.
Di samping itu, selain tidak bersifat intermittent, dalam memberikan pasokan listrik secara terus menerus, pembangkit panas bumi memiliki capacity factor sekitar 90% yang berarti efisiensi sangat tinggi antara kapasitas terpasang dan daya listrik aktual yang mampu dibangkitkan. Karakteristik tersebut membuat panas bumi memiliki potensi besar sebagai energi hijau yang menjadi pemikul beban dasar kelistrikan (green baseload) masa depan.
Walaupun potensinya sangat besar, saat ini baru 2,6 GW atau sekitar 11% dari sumber daya panas bumi Indonesia yang telah dimanfaatkan. Hal ini membuktikan masih banyak ruang dan peluang untuk masa depan, termasuk mengembangkan ekosistem investasi panas bumi.
Dalam diskusi panel ISF dan PGE, Direktur Panas Bumi, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Gigih Udi Atmo menyatakan penting untuk menarik investasi dari perusahaan manufaktur panas bumi, baik di sektor hulu maupun hilir, agar datang dan membangun kapasitas manufaktur di Indonesia.
"Indonesia memiliki komitmen kuat untuk mencapai target NZE 2060. Semua sumber energi baru dan terbarukan, termasuk panas bumi, harus dioptimalkan potensinya," jelasnya.
Sementara itu, Julfi Hadi juga mengingatkan bahwa periode satu dekade ke depan sangat krusial bagi pelaku industri panas bumi, mengingat pencapaian target kapasitas panas bumi 7 GW pada 2033 sesuai target bauran energi nasional membutuhkan penambahan kapasitas terpasang 400-500 MW per tahun atau empat kali lipat penambahan kapasitas selama 10 tahun terakhir.
“PGE telah mengambil langkah strategis dengan menjalin kemitraan untuk meningkatkan efisiensi eksplorasi, transfer teknologi, dan pengembangan rantai pasok domestik. Dengan kapasitas dan sumber daya yang besar, serta peta jalan strategis untuk memanfaatkan potensi cadangan 3 GW panas bumi di wilayah operasinya, PGE optimistis dapat menjadi pemimpin utama dalam mempercepat transisi energi nasional,” pungkas Julfi.
|
Bertumbuh! Laba Atribusi Harita Nickle (NCKL) Rp 4,83 Triliun hingga Kuartal IIIJumat, 22 Nov 2024 |
|
Wika Beton (WTON) Lebih Moderat Tetapkan Target Kontrak Baru 2025Jumat, 22 Nov 2024 |
|
Triputra Agro (TAPG) Targetkan Netral Karbon Tahun 2036, Begini StrateginyaKamis, 21 Nov 2024 |
|
Ajarkan Emiten Cara Hitung Emisi, BEI Akan Luncurkan IDX ESG Disclosure Guidance Pada Kuartal I-2025Kamis, 21 Nov 2024 |
|
Target Indika (INDY) Raih 50% Pendapatan Non-Batu Bara Mundur Jadi 2028Kamis, 21 Nov 2024 |
Laporan Hasil Public Expose EPACJumat, 05 Jan 2024 |
Penyampaian Prospektus LUCYRabu, 03 Jan 2024 |
Laporan Hasil Public Expose PPRORabu, 03 Jan 2024 |
Penyampaian Materi Public Expose LMASRabu, 03 Jan 2024 |
Laporan Hasil Public Expose CSMIRabu, 03 Jan 2024 |
Techno Fundamental ARTOJumat, 22 Nov 2024 |
Incidental Report WIFIJumat, 22 Nov 2024 |
Techno Fundamental EMTKKamis, 21 Nov 2024 |
Incidental Report BBTNKamis, 21 Nov 2024 |
Techno Fundamental AMMNRabu, 20 Nov 2024 |